Harusnya tulisan ini adalah sebagai pengenalan di sa
pu blog. Cuma karena su terlanjur dipenuhi dengan tulisan lainnya jadi kasih
biar aja sudah. Terpaksa catatan ini ada di tengah-tengah.
Berawal dari tugas yang dituntut dosen sebagai dasar
untuk menentukan kelulusan mata kuliah Sistem Informasi Manajemen. Itulah sekilas
gambaran kenapa blog ini bisa ada. Dengan dilandasi kegaptekan akan media komunikasi blog, dan kurangnya minat akan
menulis membuat sa awalnya ragu untuk membuat blog ini. Bagaikan seorang
tentara yang berada di medan perang, antara hidup dan mati, sa akhirnya harus
mengalah kepada tuntutan tersebut dan harus menggali timbunan yang ada di dalam
otak sa yang selama ini menutup minatku untuk kembali menulis. Setelah melalui
perjuangan panjang melalui dimensi alam bawah sadar, akhirnya muncullah minat
untuk menulis kembali, *terakhir di bangku
SMP “woowwwww”
Untuk membuat suatu blog yang menarik, menurut sa pu
dosen pertama-tama harus memilih nama alamat blog menurut kita the best sesuai dengan tema pembahasan
yang diambil. Kebetulan saya awalnya
mengangkat tema mengenai Budaya dan Profil, khusunya daerah Papua. Saat ditanya
sama dosen mengapa mengangkat hal itu, sa hanya menjawab “karena sa putra Papua, walau rambut lurus!”. Seperti seorang
keluarga yang memilih nama anaknya, pasti akan melalui perdebatan-perdebatan
untuk mencari nama yang indah dan bermakna. Begitu pula yang terjadi sama sa. Cuma
kasusnya sa nggak ada pasangan untuk berdebat dalam menentukan nama dan hanya
memilih nama blog yang nggak ada kaitannya dengan nyawa manusia (?????)
Bagaikan seorang jomblo yang menyeleksi nama-nama
terbaik untuk dijadikan pasangannya, akhirnya sa mendapatkan nama yang pas
untuk alamt blog ini yakni AngkringanPapua. Terkesan ganjil dirasa kalo
mau lihat ini kaitannya karena di Papua mana ada angkringan?! Yang ada Cuma para-para
saja buat tempat duduk. Kalo mahasiswa Papua yang kuliah di Jawa saja yang
mungkin tra rasa ganjil karena mungkin kaka-kaka dong pu tempat makan ka pa
kalo di Jawa. Hahaha.
Sebenarnya makna angkringan tidak sebatas hanya
tempat makan. Lebih dari itu, pengalaman saya selama berdomisili di Jawa
mengatakan Angkringan lebih daripada itu. Saat makan di angkringan, interaksi
antara sesama penjual dan konsumen senantiasa terjadi, beda apabila hanya makan
di tempat restauran atau lainnya. Biasanya banyak kejadian dan bahan
pembicaraan seperti keluh-kesah penjual, pembeli yang tidak menonjolkan status
kesosialannya, hingga mungkin ketika penjual tersebut memberi harga Rp 0,00
alias gratis pada pembelinya karena sudah menjadi teman bicara. Hal itu
mengingatkan sa pada keramahan yang sa dapat di Papua. Rasa toleransi yang kuat
dan kekeluargaan menembus batas jurang perbedaan yang selama ini menjadi papeda hangat di Indonesia. Yahhh,
bagaikan papeda hangat yang
keadaannya masih lembek sehingga bisa dipecah-pecah tetapi orang suka
memakannya, begitu pula kaitannya dengan kondisi isu perbedaan yang memang
rawan pecah dan orang-orang suka membahasnya. Semoga saja terpelihara terus yah
kekeluargaannya. Amin
Kini blog ini setelah mendapat penilaian dari dosen
mendapat nilai yang maksimal walau isinya wajtu itu Cuma ada 4 artikel..
hahahaha. Dan sekarang sa mau menggunakan blog ini tidak hanya sekedar mengejar
tuntutan tugas semata, lebih dari itu untuk menyampaikan juga sedikit pemikiran
yang kalo orang Makassar bilang KRITIS-KRITIS
TALEKKANG