Senin, 14 April 2014

Buah Merah Buah Surga

Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan Papua mendeklarasikan buah merah sebagai buah surga. Dasarnya makanan utama burung khas tanah Papua, cenderawasih, adalah buah merah. Itu sebabnya bulunya cantik dan indah. "Jadi jika burung cenderawasih dikenal sebagai burung surga, maka buah merah yang menjadi makanannya bisa disebut buah surga," katanya, Senin, 14 April 2014.



Dia mengatakan buah merah akan menjadi salah satu produk unggulan Papua. "Mungkin tahun depan akan kami pakai pola perkebunan inti rakyat (PIR), sehingga masyarakat kami yang tak memiliki pekerjaan diarahkan menanam buah merah di seluruh wilayah kabupaten atau kota di Papua," ucapnya.

Pemerintah Papua juga sepakat menjadikan jus buah merah sebagai minuman resmi PON 2020. "Saat Papua jadi tuan rumah," katanya. "Ternyata buah merah ini luar biasa dan bisa menjadi produk unggulan kami di Papua, selain tanaman kopi dan kakao," ujar Lukas.

Buah merah adalah buah asli dari wilayah Papua yang kebanyakan tumbuh di wilayah pegunungan tengah provinsi ini, seperti di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Biasanya, masyarakat Wamena menyebut buah ini kuansu. Namun nama ilmiahnya adalah Pandanus conoideus.

Tanaman buah merah ini termasuk keluarga pandan-pandanan. Pohonnya menyerupai pandan, tapi tingginya dapat mencapai 16 meter dengan batang bebas cabang setinggi 5-8 meter yang diperkokoh akar-akar tunjang pada bagian bawah batang. Kultivar buah ini berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup daun buah. Adapun panjang buah merah mencapai 55 sentimeter dengan diameter 10-15 sentimeter. Sedangkan bobotnya dua-tiga kilogram. Saat matang, buah ini berwarna merah marun terang. Namun ada pula jenis tanaman ini yang buahnya berwarna cokelat dan cokelat kekuningan.

Bagi warga setempat, buah merah disajikan sebagai makanan dalam pesta adat bakar batu. Namun banyak pula warga yang memanfaatkannya sebagai obat. Buah merah sudah dikonsumsi sejak dulu secara turun-temurun sebagai suatu tradisi. Sebab, buah ini berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit mata, cacingan, dan kulit serta meningkatkan stamina.

Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2014/04/14/058570621/Buah-Merah-Buah-Surga

Rabu, 05 Februari 2014

Mansinam, 5 Februari 1855

Bagi kam yang merasa pernah tinggal di Papua pasti kam pernah mengalami kejadian yang asing di tanggal 5 Februari.Ya,,, di tanggal 5 itu seluruh lapisan masyarakat di pulau Papua baik Provinsi Papua dan Papua Barat punya libur sendiri dan bisa dikatakan itu adalah libur nasional penduduk Papua. 
Bagi yang merasa asing dengan hal itu pasti akan bertanya-tanya, “kenapa demikian?”. Kalau begitu saya akan jelaskan jawabannya.
Di tanah Papua dikenal dengan penduduk di Indonesia yang mayoritas beragama Nasrani yang dianut baik penduduk asli suku-suku di Papua ataupun yang berasal dari suku pendatang di Indonesia. Tanggal 5 Februari sendiri diperingati sebagai Hari Masuknya Injil di Tanah Papua sehingga menyebabkan lapisan masyarakat yang beragama Nasrani memperingati hari tersebut dengan ibadah syukur. Konsekuensinya ya mau tidak mau tanggal tersebut menjadi “tanggal merah” tersendiri bagi penduduk Papua. Masyarakat yang non-nasrani sendiri menghormati tanggal tersebut dan turut berpartisipasi menjaga kedamaian dan kerukunan saat perayaan berlangsung. Ini menjadi salah satu simbol ciri khas seluruh masyarakat penduduk Papua yang sangat terkenal rukun dan menjunjung Bhinneka Tunggal Ika.  
Sejarah tanggal 5 Februari sendiri menurut beberapa sumber berawal dari kisah 2 orang missionaris pekabaran injil yang melakukan perjalanan dengan misi pelayanan di daerah-daerah yang belum mengenal kekristenan. 2 orang tersebut bernama Carl Wilhelm Ottow, lahir pada tanggal 24 Januari 1827 dan kemudian meninggal pada tanggal 9 November 1982. Dan Johann Gottlob Geissler, dilahirkan pada 18 Februari 1830 di langenrechenback, Jerman. Perjalanan kedua hamba Tuhan untuk sampai di tanah Papua tersebut tidak lepas juga dari dukungan sultan Tidore. Sultan Tidore yang beragama Muslim memberikan ijin kepada 2 hamba tersebut untuk menyebarkan agama Kristen di Papua. Ijin tersebut dibutuhkan karena pada saat itu , tahun 1855, kesultanan Tidore yang menguasai daerah kepala burung Papua sehingga sebagai pendatang, mereka wajib menghargai pemilik rumah.

                                                                                  pulau Mansinam 
Tepat tanggal 5  Februari 1855, kedua missionaris tersebut tiba di tanah Papua, tepatnya di Pulau Mansinam, yang saat ini masuk di wilayah administrasi Manokwari, Papua Barat. Papua yang awalnya, menurut beberapa sejarah, adalah pulau yang sangat tertutup dan seram dikarenakan kasus-kasus perang suku dan kanibalisme, mulai tercerahkan seiring dengan kehadiran kedua missionaris tersebut yang datang dengan misi menyelamatkan umat manusia di tanah Papua. Pengorbanan yang dilakukan kedua orang itu dengan penuh ketulusan menampakkan hasil.
Dan mulai sejak itu,  masyarakat asli Papua pun menyambut kabar yang memberikan sukacita yang luar biasa dan menjadi pedoman kehidupan mereka. Demi memperingati itu semua, khusus di tanah Papua, tanggal 5 Februari diperingati sebagai penanda tonggak awal bahwa mereka telah menerima Kristus dan juga demi menghormati kedua tokoh tersebut.

Rabu, 08 Januari 2014

Inilah ANGKRINGAN PAPUA

Harusnya tulisan ini adalah sebagai pengenalan di sa pu blog. Cuma karena su terlanjur dipenuhi dengan tulisan lainnya jadi kasih biar aja sudah. Terpaksa catatan ini ada di tengah-tengah.
Berawal dari tugas yang dituntut dosen sebagai dasar untuk menentukan kelulusan mata kuliah Sistem Informasi Manajemen. Itulah sekilas gambaran kenapa blog ini bisa ada. Dengan dilandasi kegaptekan akan media komunikasi blog, dan kurangnya minat akan menulis membuat sa awalnya ragu untuk membuat blog ini. Bagaikan seorang tentara yang berada di medan perang, antara hidup dan mati, sa akhirnya harus mengalah kepada tuntutan tersebut dan harus menggali timbunan yang ada di dalam otak sa yang selama ini menutup minatku untuk kembali menulis. Setelah melalui perjuangan panjang melalui dimensi alam bawah sadar, akhirnya muncullah minat untuk menulis kembali,  *terakhir di bangku SMP “woowwwww”

Untuk membuat suatu blog yang menarik, menurut sa pu dosen pertama-tama harus memilih nama alamat blog menurut kita the best sesuai dengan tema pembahasan yang diambil.  Kebetulan saya awalnya mengangkat tema mengenai Budaya dan Profil, khusunya daerah Papua. Saat ditanya sama dosen mengapa mengangkat hal itu, sa hanya menjawab “karena sa putra Papua, walau rambut lurus!”. Seperti seorang keluarga yang memilih nama anaknya, pasti akan melalui perdebatan-perdebatan untuk mencari nama yang indah dan bermakna. Begitu pula yang terjadi sama sa. Cuma kasusnya sa nggak ada pasangan untuk berdebat dalam menentukan nama dan hanya memilih nama blog yang nggak ada kaitannya dengan  nyawa manusia (?????)

Bagaikan seorang jomblo yang menyeleksi nama-nama terbaik untuk dijadikan pasangannya, akhirnya sa mendapatkan nama yang pas untuk alamt blog ini yakni AngkringanPapua. Terkesan ganjil dirasa kalo mau lihat ini kaitannya karena di Papua mana ada angkringan?! Yang ada Cuma para-para saja buat tempat duduk. Kalo mahasiswa Papua yang kuliah di Jawa saja yang mungkin tra rasa ganjil karena mungkin kaka-kaka dong pu tempat makan ka pa kalo di Jawa. Hahaha.
Sebenarnya makna angkringan tidak sebatas hanya tempat makan. Lebih dari itu, pengalaman saya selama berdomisili di Jawa mengatakan Angkringan lebih daripada itu. Saat makan di angkringan, interaksi antara sesama penjual dan konsumen senantiasa terjadi, beda apabila hanya makan di tempat restauran atau lainnya. Biasanya banyak kejadian dan bahan pembicaraan seperti keluh-kesah penjual, pembeli yang tidak menonjolkan status kesosialannya, hingga mungkin ketika penjual tersebut memberi harga Rp 0,00 alias gratis pada pembelinya karena sudah menjadi teman bicara. Hal itu mengingatkan sa pada keramahan yang sa dapat di Papua. Rasa toleransi yang kuat dan kekeluargaan menembus batas jurang perbedaan yang selama ini menjadi papeda hangat di Indonesia. Yahhh, bagaikan papeda hangat yang keadaannya masih lembek sehingga bisa dipecah-pecah tetapi orang suka memakannya, begitu pula kaitannya dengan kondisi isu perbedaan yang memang rawan pecah dan orang-orang suka membahasnya. Semoga saja terpelihara terus yah kekeluargaannya. Amin

Kini blog ini setelah mendapat penilaian dari dosen mendapat nilai yang maksimal walau isinya wajtu itu Cuma ada 4 artikel.. hahahaha. Dan sekarang sa mau menggunakan blog ini tidak hanya sekedar mengejar tuntutan tugas semata, lebih dari itu untuk menyampaikan juga sedikit pemikiran yang kalo orang Makassar bilang KRITIS-KRITIS TALEKKANG

Senin, 06 Januari 2014

KUTUKAN?? NO! NO! NO!


Pernah nggak kalian merasa bahwa kalian adalah orang terkena kutukan. Misalnya saat ujian. Dari rumah kalian telah berkomitmen bahwa aing nggak bakal nyontek. Namun tiba-tiba di tengah sedang ujian, munculllah bisikan nurani untuk menciptakkan sedikit fraud (baca: nyontek), dan pada saat menengok kekiri dan kanan ternyata orang-orang disebelahmu telah mendahului kalian untuk melakukan bisikan nurani tadi. Mau tak mau daripada ngesia-siain momentum mending ikutan aja. Tapi saat nilai keluar, kalian malah mendapat nilai ERROR dan teman-teman lain mendapat nilai bagus.  Giliran minta kelejasan dosen, alasannya pengawas telah menulis nama kalian sebagai sang Pelaku kriminal di dalam kelas. kagetttt????? ya jelas lah, wong aku hanya ngikutan konco-konco kabeh neng kelasku.

Itu semua merupakan salah satu pengalaman aing dimana itu terjadi tepat di hari ulang tahun. Hari yang dimana bisa menjadi momen yang indah namun kenyataannya malah mendapat kutukan..

“haaaaaaaaa?????!!!!!!!!!!!”, teriak sang penggerutu (baca: aing) ketika melihat nilai itu. Maka muncullah kisah flashback mengenang ujian ala Naruto yang komiknya nggak tamat-tamat karena selalu muncul flashback.

Kenyataan yang kuterima saat itu menghasilkan keputusan bahwa aku harus mencari black-goat. Caranya??

- Pergi ke pasar yang menjual kambing terus tanya penjualnya, “pak ada jual black-goat nggak??”,    atau
- Merenungi nasib
(pilihlah jawaban yang tepat)

Jika kuharus memilih, kutunjuk satu yang terbaik dan terindah adalah Merenungi Nasib (soalnya kalo ke pasar nggak gratis). Merenungi nasib menurutku adalah jalan terbaik dan gratis untuk mencari black-goat tadi. Dimulai dari mencari penyebab kenapa bisa menjadi begitu. Saat sebelum memasuki pekan ujian, saya sempat berkomitmen agar ndak menyontek. Tetapi, saat memasuki minggu ujian ternyata banyak sekali permasalahan yang menimpa secara pribadi sehingga konsentrasi belajar buyar dan hanya mengandalkan kemampuan mata untuk beberapa mata kuliah. Hasilnya, tertangkap deh di satu mata kuliah, dan hasilnya LUAR BIASA gagal.

Apa itu sebuah kutukan? Sebenarnya bisa saja iya kalau kita memandang dari perspektif putus asa.  Awalnya aing juga berpikiran begitu, tetapi aing teringat bahwa jalan Tuhan itu selalu ada saja tujuannya meskipun mengorbankan kenyamanan kita. Sempat juga saya mengatakan kesulitan di mata kuliah karena merasa ketinggalan saat mempelajari dasarnya, dan Tuhan mendengar ucapan saya sehingga memberi saya kesempatan lagi untuk mendalami pelajaran itu sebelum memasuki ke tingkat berikutnya. Dan sekarang aing hanya memantapkan diri aing bahwa kutukan itu sebenarnya ndak nyata karena itu semua jalan tuhan untuk membuat kita belajar mengintrospeksi diri.

Demikian sedikit orasi dari aing. Apabila ada teman-teman yang masih merasa terkena kutukan dan segala macam, percayalah itu semua pasti ada sebab dan tujuan untuk memperbaiki diri kita.

*amin

Sabtu, 04 Januari 2014

Burung Pagi

Ini ada anak satu dia pu nama Tinus. Tinus ni anak paling kaco di dia pu kompleks ka.Suatu hari dia keliling-keliling kompleks pas ada pagi hari ini. kemudian dia ada liat bule satu lagi jalan-jalan .

Bule dia pi tanya tinus "good morning, bisa bantu saya tunjukkan jalan ke Pantai pasir putih?" Tinus dia bilang "oh dari sini mister jalan lurus terus terus saja sampe dapat tulisan pantai". Bule bilang makasih sama Tinus.

Pas bule balik badan, tra sengaja Bule pu tas hantam Tinus pu klot. Tinus tariak "Adoooh!!". Bule sadar trus dia minta maaf  bilang "i'm sorry..i'm sorry". Tinus dia kira bule bilang ayam sore. Trus Tinus angkat jawab "mister ini bukan ayam sore yang ko hantam, ini sa pu burung pagi yang masih bangun yang ko hantam...


hahahahahahahaha...

Welcome 2014, Be Your Self

"Tahun baru artinya usia baru, dan harapanku yaitu diriku yang baru."

Itulah sejenak resolusi yang mungkin dihaturkan oleh manusia-manusia yang merayakan pergantian tahun Masehi. Kenapa hanya bagi mereka yang merayakan? Ya, karena kita berada di indonesia yang memiliki keragaman, tahun yang dianut oleh pemahaman masing-masing orang boleh saja berbeda. Kita mengenal ada tahun Saka, Hijiriah, Jawa, dan lain-lain, namun suka atau tidak suka tetap saja mereka harus mengalah terhadap khalayak umum yang menganut tahun masehi sebagai ketetapannya.

Terlepas dari permasalahan tahu diatas, tahun baru menandakan orang-orang siap menghadapi berbagai macam persoalan baru. Tak pelak hal ini diibaratkan bagai buku kosong setebal 365 halaman yang siap diisi dengan berbagai macam tulisan didalamnya. Tahun baru menandakan bahwaadanya usia baru bagi kita, namun hal ini juga menandakan bahwa kesempatan hidup kita di bumi makin berkurang. Hal ini ditandai dengan beberapa perubahan fisik yang terjadi secara alamiah terhadap tubuh kita dan membuat diri kita akan tersadar bahwa kesempatan kita menghadap sang Khalik pun tinggal menunggu waktu.

Seiring usia yang baru tersebut, setiap orang menginginkan adanya perubahan selain tentunya perubahan fisik tersebut. Perubahan yang tidak secara nampak langsung terjadi pada diri kita namun harus dirasakan oleh orang lain saat mereka berinteraksi dengan kita. Seringkali pernyataan “ini loh aku yang baru” berusaha diungkapkan oleh setiap pribadi yang ingin menampakkan perubahan secara non-fisik pada setiap orang, namun seringkali juga sulit dipahami oleh orang lain. Sifat yang telah dikenal oleh orang lain pada diri kita sehingga kita telah dijugde dengan karakter tersebut sering menjadi tembok penghalang untuk membuat diri kita menjadi baru. Untuk membuat perubahan pada karakter kita tentunya tak semudah yang dipikirkan. Dalam event WWE Smackdown RAW yang dikenal mengandung unsur setingan, seorang pegulat yang ingin mengganti karakter tokohnya saja harus melalui berbagai macam alur/plot skenario yang seakan-akan karena ada berbagai permasalahan pada setiap eventnya membuat ia pun menjadi orang yang teraniaya dengan masalah-masalah dan cukup membuat penonton memiliki kesan menarik. Karakter baru pun muncul dari dalam pegulat tersebut dan menandakan citra yang baru di mata penonton. Begitu juga dengan diri kita. Saat karakter kita di mata orang lain buruk, tentunya orang akan merasa aneh apabila dalam waktu sehari kemudian kita tiba-tiba menjadi orang yang layaknya seorang pendeta atau imam yang selalu mengeluarkan hal-hal yang bijak dan dipandang baik bagi orang lain. Tentunya kita akan dikira sedang depresi atau stres sehingga rasa illfell terhadap kita pun menjadi-jadi. Hal itu tentunya malah menurunkan semangat kita untuk menjadi “aku yang baru”.

Tak ada yang salah dengan ucapan “mending jadilah dirimu sendiri” atau bahasa mainstreamnya “be u re self”. Namun seringkali orang akan mengambil tindakan yang negatif menurut saya dengan membuat kita merasa di zona nyaman kita secara terus menerus apabila ucapan tersebut terlontarkan. Menurut saya kesan “be u re self” harus menjadi batu pijakan bagi kita untuk menjadi Menjadi diri sendiri artinya kita harus memperbaiki hal-hal yang terstigma buruk dalam diri kita. Ini untuk diri kita! bukan orang lain!. Dan yang mampu merubah diri kita menjadi lebih baik hanya diri kita sendiri. Pahami dirimu dan bentuklah dirimu menjadi lebih baik lagi. Karakter yang jelek menurut orang lain dan diri kita, secara perlahan dari hal yang sederhana kita ubah menjadi lebih baik lagi. Hal ini tidaklah sulit kalau kita renungkan karena pada dasarnya pembentukan karakter diri kita yang biasanya dianggap tadinya kurang berkenan tentunya tidak terbentuk secara alami begitu saja secara internal. Hal-hal tersebut terbentuk karena dipengaruhi dari hal-hal yang eksternal dari diri kita seperti lingkungan. Dan apabila kita ingin merubah untuk menjadi “aku yang baru” tentunya tidak akan pernah terlambat selama kita telah menyadari apa yang paling terbaik untuk dirimu di kemudian hari.